Kota Bima,- Ketegangan sosial mewarnai Kelurahan Kolo, Kota Bima, setelah tujuh warganya ditahan karena dugaan penguasaan lahan di kawasan hutan negara. Kasus ini memantik perhatian DPRD Kota Bima yang langsung memanggil pihak terkait untuk mencari jalan keluar yang adil dan manusiawi.
Komisi II DPRD Kota Bima menggelar audiensi bersama perwakilan Kelurahan Kolo dan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Maria Donggo Masa (BKPHMDM), Kamis (16/10/2025). Rapat dipimpin Ketua Komisi II Hj. Gina Anggraini, didampingi anggota Asnah Madilau, S.H., Mira Isnaini, dan Sudharmono, S.H., serta dihadiri sejumlah warga Kolo yang menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.
Dalam pertemuan itu, warga mengungkapkan keresahan mendalam atas penahanan tujuh orang yang mereka nilai sebagai korban ketidaktahuan batas lahan antara pemukiman warga dan kawasan hutan negara. Mereka berharap adanya penyelesaian yang mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan.
Pihak BKPHMDM menjelaskan, proses hukum dilakukan sebagai bagian dari penegakan aturan pengelolaan hutan. Namun, pihaknya membuka ruang dialog agar penyelesaian dapat ditempuh dengan cara yang bijak dan berkeadilan.
Komisi II DPRD Kota Bima kemudian menyampaikan empat poin hasil audiensi, antara lain meminta BKPHMDM memfasilitasi tindak lanjut hukum terhadap tujuh warga yang ditahan, mencegah kasus serupa di masa depan, serta memperkuat komunikasi dan sosialisasi kepada warga sekitar kawasan hutan. Pemerintah Kelurahan Kolo juga diminta menyesuaikan langkah administratif sesuai arahan instansi kehutanan.
Ketua Komisi II Hj. Gina Anggraini menegaskan, DPRD akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan ada keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial bagi warga.
“Komisi II DPRD Kota Bima akan menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak kehutanan. Kami ingin penegakan hukum berjalan, tetapi juga tidak mengabaikan sisi kemanusiaan,” ujar Gina.
Melalui forum ini, DPRD Kota Bima menegaskan komitmennya mendorong penyelesaian berimbang—antara aturan negara dan hak hidup masyarakat lokal yang telah lama menggantungkan hidupnya di sekitar kawasan hutan. (***)